Minggu, 04 Maret 2012

TERIMAKASIH…. KAU BERIKU MASA DEPAN


Hal yang berkesan tak harus sesuatu yang besar. Terkadang sebuah bantuan kecil akan sangan berarti bagi kita, dan akan sangat membekas di hati. Seperti yang dialami seseorang, yang kini menjadi sahabatku di bangku kuliah. Kejadian tiga tahun silam, yang mampu mengubah jalan hidupnya. Sebuah peristiwa kecil, namun masih sangat lekat di benak Rizki, sahabatku itu.
Kejadian ini berawal ketika semua siswa sekolah menengah atas sedang sibuk memilih universitas dan berharap diterima di unversitas terbaik. Harap dan keinginan tersebut tumbuh pula di benak Rizki. Bagi anak seorang buruh pabrik sepertinya, harap itu mungkin hanya menjadi sebuah omong kosang. Semua butuh usaha yang keras, kegigihan, dan semangat baja. Dia memang seorang yang pantang menyerah. Berawal dari keberhasilannya masuk di sekolah menengah atas favorit di kotanya, meski dengan beasiswa pemerintah, serta keberhasilan menahan hinaan dari tetangga-tetangga yang menganggap orang bawah tak berhak untuk sekolah tinggi-tinggi, dia bangun kepingan-kepingan semangat dalam dirinya. Bahkan saat itu, saat semua orang menertawakan niatnya untuk melanjutkan belajar di perguruan tinggi, justru api semangat dalam dirinya semakin berkobar.
Kejadian itu terjadi di sebuah pagi yang suram. Dengan mata masih sayu, dia siapkan berkas-berkas pengajuan beasiswa. Beasiswa bidik misi dari salah satu perguruan tinggi negeri yang kini menjadi incarannya. Mendapatkan beasiswa adalah satu-satunya cara agar dapat mengenyam pendidikan tinggi tanpa mengeluarkan banyak biaya. Dia yakin semua persyaratan telah dilegkapi, karena semua telah dipersiapkannya sejak subuh. Berangkat pagi-pagi sebelum ayam berkokok hanya untuk sampai di sekolah lebih awal pun dilakoninya. Maklum, rumahnya memang tergolong sangat jauh dari sekolah. Berjalan kaki, naik angkot, hingga berakhir dengan naik bus. Semua itu telah menjadi rutinitas selama tiga tahun.
Ditemani rintik hujan, dia telusuri jalanan yang akan membawanya ke sekolah. Bersama dinginnya pagi, bersama harapan yang memuncak, serta bersama restu orang tuanya, langkah-langkahnya semakin pasti. Pukul tujuh tepat, dia telah berada di depan gedung besar yang tak lain adalah tempat yang ia tuju. Masih sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan disana. Bukannya dia terlalu memaksa ingin cepat, tapi batas penyerahan berkas beasiswa itu adalah di hari itu juga. Sekarang atau tidak sama sekali. Istilah itu yang mungkin sangat tepat baginya.
Masih dengan pandangan kosong. Dia tatap gedung besar di depannya. Sebuah bangunan yang selama tiga tahun ini menampung dirinya beserta ribuan siswa yang terkenal anak orang-orang elit. Alhamdulillah…. Berkali-kali dia ucap syukur sebelum benar-benar memasuki ruangan administrasi sekolah. Terasa kosong. Tak banyak orang disana. Hanya ada dua orang wanita paruh baya sedang menghadap komputer dan tumpukan kertas di depannya. Tidak salah lagi, wanita itu adalah pengurus tata usaha di sekolah Rizki yang sudah bekerja sangat lama, dan di usianya yang sudah lanjut, beliau tetap gigih bekerja. Tanpa berpikir panjang lagi, Rizki segera menghadap wanita itu dan menyampaikan keperluannya. Dengan senyum hangat, beliau meminta Rizki menyerahkan berkas, dan menunggu hingga berkasnya diproses.
Huh…. Lega tersirat di wajah manis Rizki. Wajah yang selalu teduh, yang mampu berikan semangat kepada siapa saja yang melihatnya. Sembari menunggu panggilan dari bu Fatma, wanita paruh baya pengurus tata usaha tadi, Rizki menyusuri setiap petak jalan di sekolahnya. Sambil nostalgia, pikirnya. Dia sempat bertemu dengan beberapa orang temannya yang nampaknya juga sedang mengurus masalah masuk universitas.  
Setelah lama menunggu, akhirnya bu Fatma memanggil Rizki ke kantor. Berharap urusannya segera selesai, Rizki bergegas memenuhi panggilan. Hari sudah mulai sore. Baru saja adzan Ashar berkumandang. Alhamdulillah, akhirnya selesai…. Ucap Rizki dalam hati.
Tanpa disangka, tanpa diinginkan, kelegaan itu hanya bertahan beberapa saat. Bu Fatma bilang berkas yang Rizki serahkan kurang lengkap, masih ada persyaratan yang belum dilampirkan. Seketika Rizki lemas. Seluruh urat-urat sarafnya seakan berhenti bekerja. Berkas yang sudah dipersiapkan sejak subuh, yang diyakini sudah lengkap, ternyata masih saja kurang. Dengan langkah terseok dan berkas masih di genggaman, dia keluar dari kantor. Putus asa. Kata yang kini menguasai diri Rizki. Satu-satunya pilihan adalah mengambil berkas yang kurang ke rumah. Namun, jarak rumahnya yang hampir sepuluh kilometer membuat Rizki patah semangat. Apalagi dia tak memiliki kendaraan sendiri, kalaupun mungkin mendapat pinjaman sepeda, dia masih belum punya SIM, bahkan untuk berkendara pun dia masih belum cukup cakap. Jika dipaksakan naik angkutan umum, bisa-bisa malam baru sampai sekolah lagi, dan pendaftaran sudah ditutup. Dia memilih duduk sendiri di bangku taman depan sekolah. Ah…. Sudahlah, aku menyerah…. Kata-kata di batinnya. Berbagai pikiran memenuhi otak Rizki. Pikiran tentang apa yang dilakukannya setelah ini, pikiran tentang apa yang akan dikatakan pada orang tuanya, hingga pikiran bahwa tak ada tempat di perguruan tinggi untuknya bergantian mengisi ruang di oraknya. Dipenuhi rasa kecewa, dia membuang berkas-berkas yang sejak tadi digenggamnya ke tempat sampah.
Belum lama termenung, tiba-tiba muncul Ardan mengagetkan. Sepertinya, Ardan mengawasi apa yang dilakukan Rizki sejak tadi. Dia pungut map merah yang tadi dibuang Rizki. Rizki pun akhirnya menceritakan semua yang dialaminya hari itu. Senyum tersungging di bibir Ardan mendengar cerita Rizki. Akhirnya, dengan tangan terbuka Ardan menawarkan bantuan untuk mengantarkan Rizki pulang mengambil persyaratan yang kurang tersebut. Seakan sebuah mimpi, datang malaikat yang mau menolong Rizki. Meskipun selama ini Ardan tidak begitu dekat dengannya, namun saat itu Rizki benar-benar telah menganggap Ardan sebagai sahabat. Mereka bergegas berangkat menuju rumah Rizki, mengejar waktu.
Jalanan terjal yang mungkin belum pernah ditemui Ardan sebelumnya tak menyurutkan niat baik untuk membantu temannya itu. Satu setengah jam kemudian, mereka telah kembali lagi ke sekolah sambil membawa berkas yang kini sudah lengkap. Pukul lima tepat. Bu Fatma hampir beranjak dari tempatnya. Namun, lagi-lagi dengan senyum hangat di bibirnya, beliau menerima berkas Rizki dan memasukkan data-datanya lewat komputer. Selesai… sekarang semua benar-benar telah selesai. Selesai sesuai target yang Rizki harapkan. Selesai tanpa harus ada kata menyerah. Selesai untuk berusaha, dan awal untuk sebuah do’a yang akan menentukan nasibnya untuk belajar di perguruan tinggi pilihannya. Beribu terimakasih Rizki ucapkan pada Ardan. Baginya, Ardan benar-benar telah memberinya hal yang sangat besar. Rizki sadar dia tak akan pernah bisa membalas kebaikannya, bahkan untuk sekedar membelikan bensin untuk motor Ardan atau sekedar mentraktir makan bakso pun dia tak bisa. Tak ada sepeserpun uang di kantongnya. Hanya ucap terimakasih yang tulus yang sanggup dia berikan.
Tiga minggu berlalu. Alhamdulillah…. Lamaran Rizki diterima. Dia telah resmi menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. Sekarang, pikiran-pikiran mengerikan yang ada di otaknya dulu sirna, berganti bayangan bahagia yang akan dia ukir. Semua berkat jasa Ardan, orang yang memberinya bantuan ketika tengah putus asa. Orang yang membuat semuanya jadi nyata. Tanpanya, berkas beasiswa itu tak akan pernah diajukan, dan menjadi mahasiswa hanya menjadi sebuah mimpi. Sampai kapanpun, Rizki akan selalu ingat kebaikannya itu, meski sampai saat ini dia belum mampu membalas apa-apa. Mereka kini telah menjadi saudara.
Terkadang kebaikan itu didefinisikan sebagai perbuatan besar. Memberikan sejumlah uang kepada fakir miskin, memberi makan anak yatim, serta perbuatan besar lain yang tampak mata. Namun, sesungguhnya berbuat baik itu tidaklah harus dengan perbuatan besar. Sedikit kebaikan kita, mungkin mampu membuat orang lain tersenyum, bahkan membuat orang lain mendapatkan masa depannya. Seperti kisah yang dialami Rizki, meski hanya sebuah tebengan, namun mampu mengubah hidup seseorang, mampu memberi masa depan bagi orang lain. Jadi, jangan pernah takut untuk berbuat baik. Yakinlah jika kamu berbuat baik, maka suatu saat nanti kamu juga akan mendapat kebaikan dari orang lain. 

penulis: LK


Jika anda menyukai artikel ini, silahkan di link balik dengan menyertakan link berikut di situs anda . Terima kasih.


2 komentar:

Anonim mengatakan...

“... Jika mereka miskin, Alloh akan menjadikan mereka kaya dengan karunia-Nya...”
“...Alloh tidak memikulakan beban kepada seseorang melainkan (sekedar)apa yang Alloh berikan kepadanya alloh kelak akan memberikan kelapanagn sesudah kesempitan .“

Forum Ukhuwah dan Studi Islam Ulul Albaab mengatakan...

terimakasih atas kunjugannya akhi..

Posting Komentar

Tutur Kata Cerminan Pribadi Anda

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons