Minggu, 08 Januari 2012

Kerjasama Membangun Dakwah Siyasi

Bagaimana pola kerjasama yang bisa dilakukan dalam dakwah siyasi di kampus ?
Dalam dakwah siyasi kampus, kita akan banyak menemui berbagai kesempatan dan tantangan dalam bekerjasama, kolaborasi dan berbagai bentuk simbiosis lainnya. Perlu diingat bahwa perubahan tidak akan terwujud hanya bila satu lembaga atau kelompok yang berjuang, diperlukan adanya harmonisasi gerak diantara berbagai potensi kebaikan yang ada dikampus. Dan kita sebagai kader siyasi juga perlu menyiapkan diri dalam sebuah era dakwah berbasis kerjasama, koalisi, kolaborasi atau sering dikenal dengan istilah musyarokah.
Bila kita melihat peta-sosial di kampus, maka kita harus jujur juga mengakui bahwa banyak sekali kelompok-kelompok pemikir, penggerak dan juga memiliki keinginan untuk menyebar nilainya. Sebutlah ada kelompok yang berlatar belakang pemikiran sosialis, liberal, Islam, atheis, dan dalam kelompok ini seringkali juga ada sub kelompok tertentu yang memiliki kekhasan masing-masing. Setiap kampus akan berbeda karakternya, dan tentu juga akan berdampak pada perbedaan dalam jumlah kelompok yang “bersaing” di kampus.
Seperti halnya perpolitikan di Indonesia, setiap kelompok ini tentu ingin “berkuasa”, dan dalam hukum politik maka tidak ada teman dan lawan, yang ada adalah kepentingan bersama. Kondisi seperti sangat wajar terjadi, dan memberikan kesempatan untuk beberapa kelompok bersinergi dalam upaya mewujudkan mimpi bersama. Tentu dalam sinergi ini akan ada negosiasi, kompromi hingga barter kepentingan. Dan –lagi-lagi- ini adalah proses yang terjadi, namun menurut hemat saya, sebagai bagian dari kelompok dakwah, saya sangat tidak menyarankan untuk terlalu pragmatis apalagi menjual “idealisme” demi kekuasaan.
Kerjasama yang dibangun dengan kelompok lain adalah dalam upaya mengembangkan dakwah itu sendiri. Artinya jangan sampai kita melakukan kerjasama hanya untuk kepentingan sesaat, perlu adanya sebuah perencanaan akan prospek dakwah yang dapat dilakukan dalam kerjasama yang dibangun. Sebutlah dengan bekerjasama dengan kelompok “kiri”, kita jadi bisa banyak mendapatkan masukan akan kajian mereka yang cenderung dekat dengan sosialis. Hal ini dapat menambah khazanah pemikiran kita. Lebih lanjut, bila ternyata pendekatan kita lebih baik, maka tentu terbuka kemungkinan agar kita bisa mendakwahi mereka dan nantinya dapat menjadi bagian dari barisan dakwah itu sendiri.
Kerjasama dalam skema pengembangan dakwah menjadi tidak terelakkan, selagi masih ada kelompok lain dalam sebuah medan dakwah, kesempatan untuk bekerjasama menjadi sebuah kebutuhan. Setidaknya ada 3 bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh gerakan siyasi kampus dengan elemen lain, yakni :
  1. Kerjasama Permanen, pola kerjasama ini bersifat permanen untuk jangka waktu yang ditentukan. Dengan kerjasama yang bersifat permanen ini diharapkan dapat terjalin sebuah koalisi yang saling menguntungkan. Pola kerjasama permanen atau koalisi ini memberikan kesempatan bagi gerakan dakwah siyasi untuk melebur dengan kelompok lain.
Namun demikian, perlu adanya “deal” yang jelas sebelum menjalankan koalisi permanen seperti pembagian peran, pembagian sumber daya, pola koordinasi dan komunikasi, skema komando dan tata etika dalam bekerja sama. Pola kerjasama permanen ini bisa dijalankan dalam proses menjalankan roda organisasi selama satu kepengurusan.
Ada empat syarat agar kerjasama permanen dapat dilakukan, yakni :
  1. Harmonisasi Visi antara kelompok
  2. Adanya keinginan untuk berbagi sumber daya
  3. Kemauan untuk dipimpin dan memimpin
  4. Adanya code of conduct dalam MoU kerjasama agar koalisi dapat berjalan dengan lancar
  1. Kerjasama Taktis, kerjasama ini bersifat sementara atau kontemporer. Biasanya kerjasama taktis dilakukan untuk mengusung isu tertentu seperti aksi turun kejalan akan sebuah tema tertentu. Pola-pola kerjasama taktis dapat dilakukan bila terdapat benturan ideologi antara kelompok-kelompok yang akan bekerjasama. Untuk itu diperlukan sebuah pola kerjasama yang bersifat tidak mengikat. Pola kerjasama dapat dilakukan dengan  tiga syarat, yakni :
    1. Kesamaan tujuan jangka pendek bersama
    2. Adanya kesepakatan untuk memulai dan mengakhiri gerakan dengan utuh dan bersama
    3. Adanya etika kerjasama yang dipatuhi
Salah satu caatan yang seringkali ditemui sebagai kendala bagi gerakan siyasi kampus dalam membangun gerakan adalah kemampuan para kader itu sendiri dalam membuka diri dan mau menyatu dengan kelompok lain. Di sisi lain, cukup banyak kader dakwah terlalu “lugu” dengan kondisi pergolakan dan dinamisasi yang terjadi di dakwah siyasi. Hal ini membuat gerakan siyasi tak ubahlah hanya ibarat LDK yang dipindahkan ke BEM. Hasilnya tentu hanya sekedar menjadi kelompok aktivis dakwah yang pindah sekretariat, tetapi jiwa mereka masih terkukung dalam semangat eksklusifitas.
Keberhasilan dalam dakwah siyasi, salah satunya dapat dilihat dari sejauh mana kader dakwah mampu mengembangkan jaringannya dan mengkapitalisasi jaringannya untuk kebutuhan perwujudan mimpi dakwah yang mulia. Kerjasam dan ekspansi adalah sebuah keniscayaan yang tak mungkin terelakkan, sehingga menjadi sebuah tantangan bagi kader dakwah siyasi untuk dapat selalu melakukan kerjasama demi kerjasama dengan sebanyak mungkin lembaga atau elemen baru.
Bila melihat kembali sejarah Islam di berbagai fase pemerintahan Islam di masa lalu, diplomasi, kerjasama, dan ekspansi menjadi bagian dari gerakan pengembangan Islam. Seperti halnya ketika Rasul melakukan kerjasama perjanjian hudaibiyah yang menurut banyak sahabat justru merupakan langkah yang tidak menguntungkan bagi Islam. Namun, ternyata itu merupakan sebuah strategi dakwah yang sangat hebat. Akhirnya melalui perjanjian tersebut, umat Islam telah melakukan sebuah revolusi putih dalam penaklukan penguasaan kembali Mekkah.
Strategi dan rekayasa dalam kerjasama perlu direncanakan dengan sistematis dan terukur. Artinya kerjasama yang dilakukan dengan pihak tertentu adalah bagian dari strategi jangka panjang dakwah siyasi di sebuah kampus. Kerjasama juga merupakan sebuah strategi yang dapat digunakan untuk gerakan dakwah yang masih mula. Mereka dapat “menumpang” dahulu ke gerbong yang sudah lebih kuat meski dari kelompok lain, sembari belajar berpolitik dan menguatkan basis masa, atau dalam bahasa sosiologi disebut dengan infiltrasi.
Pada akhirnya, ada 3 kunci utama agar kerjasama dalam politik kampus ini dapat berjalan dengan baik, yakni : (1) karakter kader yang terbuka; (2) skema kerjasama politik yang komprehensif; dan (3) terjaganya integritas dan idealisme para kader yang berpolitik.
by:rya

Jika anda menyukai artikel ini, silahkan di link balik dengan menyertakan link berikut di situs anda . Terima kasih.


1 komentar:

Qoirul mengatakan...

Keren2....
Untuk aplikasi nyata dari harmonisasi antar keompok itulah yang harus segera diwujudkan. Terlebih, terkadang SOB pada lembaga/kelompok yang berlebihan (*baca egois), yang menutup kemungkinan untuk bisa berkolaborasi. Padahal dari awal sudah ditekankan bahwan kesamaan visi dan tujuan harus yang utama. Dan yang lebih parah lagi adalah ucapan2 atau perlakuan2 yang cenderung memandang sebelah mata atau bahkan menjatuhan pada pihak lain, merupakan suatu penyakit kronis yang seharusnya tidak menular dan harus segera dibasmi.

Dan saya mau bertanya pada penulis, dari atas kisi2 ada 4 terkait dakwah siyasah, ditengah ada 3, dan diakhir ada 3. Ini bagaimanan sistematikanya?

Terima Kasih....semoga bisa berdiskusi lain waktu....

Posting Komentar

Tutur Kata Cerminan Pribadi Anda

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons