SIGNAL 1 (Studi Islam Generasi Ulul Albaab 1)
Semoga pembelajaran Islam alumni signal 1 tidak berhenti begitu saja. Tetapi terus menerus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya, terus menerus di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, agar menjadi muslim/ah yang prestatif, bertaqwa, dan keren dunia akhirat.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
Minggu, 20 Mei 2012
HIDUP MENJAGA MARTABAT
01.45
Forum Ukhuwah dan Studi Islam Ulul Albaab
2 comments
Kehidupan
sekarang ini sebenarnya merupakan daur ulang kehidupan masa lalu. Dalam ilmu
sejarah, dikatakan bahwa sebenarnya sejarah manusia itu berulang, walaupun di
sana-sini ada perubahan baru. Pada zaman sebelum Al Qur’an diturunkan di Mekkah
kepada Rasulullah Muhammad SAW, orang-orang Quraisy memiliki kebiasaan
berdagang antara Yaman dan Syam yang kota Mekkah dijadikan transitnya.
Kehidupan berdagang kala itu bercirikan persaingan antar suku dan khafilah.
Dalam kondisi seperti itu, logis kalau banyak orang mencari berbagai macam cara
agar keselamatan dalam kehidupan berdagangnya terjaga. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT yaitu:
“1. Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, 2.
(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. 3. Maka
hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). 4. Yang telah
memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka
dari ketakutan.” (QS. Quraisy : 1-4)
Salah
satu cara yang mereka tempuh adalah menuju sesembahan berupa berhala yang
terbuat dari gundukan pasir atau batu. Mula-mula berhala itu dianggap hanya
sekedar sebagai “perantara” permohonan kepada Tuhan, dan lama-kelamaan berubah
menjadi benda-benda yang dipertuhankan. Saat itulah pada hakikatnya nalar
masyarakat Arab waktu itu telah “mati” dan disebut zaman Jahiliyah atau zaman
kebodohan. Dapat dikatakan pula, manusia Arab waktu itu telah jatuh martabatnya
di depan berhala mereka. Menghadapi realitas seperti itu, Allah SWT tidak serta
merta membiarkan hal ini terjadi terus-menerus. Maka, Allah SWT berkenan
melenyapkan kebiasaan masyarakat Arab itu dengan menurunkan ajaran tauhid
kepada Allah dan hanya beribadah kepada-Nya. Dengan demikian, derajat manusia
kala itu berputar 180˚ yang menjadikan mereka menjadi makhluk ciptaan-Nya yang
paling luhur dibanding makhluk yang lain di muka bumi ini.
Di
zaman abad ke-21 Masehi ini, tampaknya “berhala-berhala” baru bermunculan di
sana-sini. Kalau diamati, contoh berhala-berhala diantaranya yaitu Pertama, paham-paham atau isme-isme
yang merupakan ciptaan manusia. Contohnya seperti materialisme (paham yang
menekankan keunggulan faktor-faktor material di atas hal-hal yang bersifat
spiritual), kapitalisme (paham yang menekankan peranan kapital/modal dalam
memproduksi barang atau jasa), dan paham atau isme-isme yang lain.
Kedua, ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya seperti
teori (yang telah terbukti atau hipotesis), rumus (postulat, neraca, dan
lain-lain), dan lain sebagainya. Ketiga,
aktivitas globalisasi. Perwujudan globalisasi menjurus pada perjuangan
kepentingan yang bertopeng humanisme (semacam hak asasi manusia / HAM,
kelestarian lingkungan hidup, etika global) dalam tampilan hegemoni ekonomi dan
imperialisme terselubung.
Dalam
berhala-berhala baru di atas, masalah Tuhan dan agama hanya dianggap sebagai
faktor pinggiran, bukan faktor pusat dan faktor penentu. Agama Islam tegas
menyatakan keyakinan tauhid adalah faktor penjaga martabat manusia dari godaan
dan gangguan dari berhala-berhala.
Oleh : M. Damami
Editor : Syamsi
Sabtu, 19 Mei 2012
MEMBUMIKAN JIWA SYUKUR
05.59
Forum Ukhuwah dan Studi Islam Ulul Albaab
No comments
Adalah
wajar jika manusia menginginkan hidupnya terasa menyenangkan dan kali tentu
setuju bila kebahagiaan juga disandingkan dengan kehidupan kita. Kita pun yakin
jika ketenteraman merupakan dambaan dalam kehidupan kita semua, itu terbukti
kita selalu memohon dan berdo’a kepada Allah SWT, seraya berkata “Robbana Atina Fiddunya Khasanah wa Fil
Akhiroti Khasanah Wa Qina ‘adza Bannar” yang artinya (Ya Allah berilah
kepada kami kebahagiaan di dunia dan berilah kebahagiaan juga di akhirat dan
jauhkanlah dari siksa api neraka).
Kalau
kita saksikan kehidupan orang-orang di sekitar kita, tentu banyak menemukan
kehidupan manusia yang berbeda. Ada yang hidupnya kacau padahal dia orang yang
berada dengan memiliki harta yang melimpah. Disini, bisa kita ambil pelajaran
bahwa kekayaan tidak menjadikan kehidupan seseorang itu bahagia, memang tanpa
harta kita tidak bisa bersenang-senang, tapi harta dan kekayaan bukan jaminan
seseorang hidupnya senang dan bahagia. Di sisi lain, kita menemukan ada
kehidupan yang tenang dan tenteram padahal dia miskin bergaji kecil, rumahnya
bukan milik pribadi melainkan milik orang lain (kontrakan), tapi dia menemukan
kebahagiaan dalam kehidupannya. Ternyata, kunci untuk menemukan kehidupan yang
tenteram dan nyaman adalah syukur.
Sangat
sederhana dan singkat tapi kalau sudah bertengger di qolbu kita, maka akan ditemukan ketenangan hidup. Syukur itu
berarti mengikat nikmat, jika kita mendapat rizki (uang, jabatan, ilmu, jodoh,
kesehatan, dan lain-lain) itu berarti kita telah mengikat nikmat yang ada,
sehingga tak berhamburan. Inilah yang disebut barokah, memiliki uang barokah,
memiliki jabatan dan ilmu dapat bermanfaat untuk orang lain, memiliki jodoh
yang setia, memiliki badan yang sehat karena digunakan belajar, bekerja, dan
beribadah. Selain itu, jika kita selalu bersyukur, maka Allah akan menurunkan
nikmat yang lebih banyak yang sesuai dalam firman Allah SWT yaitu:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih".” (QS. Ibrahim : 7)
Agar
jiwa syukur selalu hadir di kehidupan kita, maka ada beberapa cara agar jiwa
syukur bisa kita raih dan kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
diantaranya, yaitu:
- Pertama, Dalam hidup jangan pernah merasa memiliki dan dimiliki, maka yakinlah bahwa semua apa yang ada di muka bumi ini hanyalah milik Allah SWT termasuk jiwa dan raga kita yang kelak akan kembali pada-Nya. Begitu pula dengan harta benda, jabatan, kesehatan, ilmu dan lain-lain itu semua hanya titipan Allah, kita hanya diperintahkan untuk menjaganya dengan baik dan mengembalikannya pada-Nya dengan baik pula. Hal ini sesuai firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 284 yang artinya “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu...”
- Kedua, ingatlah selalu pesan Rasulullah SAW, “Jika urusan dunia tengoklah bawahmu jika urusan akhirat tengoklah atasmu.” Artinya adalah, kita sebagai manusia yang beriman dengan memiliki kehidupan yang cukup haruslah selalu melihat orang-orang yang kehidupannya berada di bawah kita agar kita bisa selalu bersyukur bahwa semua yang kita miliki adalah nikmat dari Allah SWT. Selain itu, jika kita merasa ibadah kita kurang memuaskan, maka kita harus melihat orang-orang yang selalu beribadah kepada Allah SWT sepanjang hidupnya agar kita bisa memperbaiki ibadah kita untuk ke arah yang lebih baik.
Itulah
dua renungan yang perlu kita pasang dalam kehidupan kita, agar hidup yang kita
lalui tersa lebih indah, tenteram, dan menyenangkan.
Editor : Syamsi
ORANG BERIMAN MENGAWAL KEKUASAAN ALLAH
05.54
Forum Ukhuwah dan Studi Islam Ulul Albaab
No comments
Menurut
Al Qur’an, kesadaran tentang “kekuasaan” itu tidak dapat dilepaskan dari diri
manusia. Dikatakan di dalam Al Qur’an, bahwa sekalipun kedudukan manusia itu
ditegaskan sebagai “hamba”, namun manusia dianugerahi peranan sebagai
“khalifah” Allah SWT, yaitu sebagai wakil atau pengemban amanah Allah SWT di
bumi ini. Sebab, segala isi bumi itu memang disediakan oleh Allah untuk manusia
seluruhnya, bukan untuk makhluk yang lain, makhluk jin misalnya. Seperti pada
firman Allah SWT yaitu:
“
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui." ” (QS. Al Baqarah : 30)
Apa
hakikat “kekuasaan” yang dianugerahkan Asllah SWT kepada manusia itu? Kekuasaan
yang dimiliki manusia adalah kekuasaan yang diwakilkan oleh Allah SWT yang
dalam kekuasaan tersebut dipenuhi rasa tanggung jawab yang sangat berat. Perlu
ditegaskan disini, “kekuasaan” disini bukan sekedar kekuasaan karena sistem
aturan politik, organisasi, dan lain-lain, melainkan juga kekuasaan yang
melekat pada setiap individu manusia.
Selain
itu betapa pun besar dan kuatnya kekuasaan yang dimiliki, menurut Al Qur’an,
tetaplah kekuasaan tersebut titipan Allah SWT. Oleh karena itu, siapa pun
orangnya kalau ingin disebut sebagai penguasa dalam arti yang sesungguhnya
adalah orang yang benar-benar menyadari bahwa dirinya hanyalah pelaksana
kekuasaan Allah SWT di bumi ini dan tidak pernah terbesit sedikit pun di dalam
hatinya bahwa dirinya memiliki kekuasaan yang sepenuh-penuhnya,
sebebas-bebasnya. Atau dengan kata lain penguasa dalam arti yang sesungguhnya
adalah penguasa yang beriman kepada Allah SWT. Sebab, sifat dan kebiasaan orang
yang benar-benar beriman (mukmin) adalah senantiasa berkonsultasi dan
melaporkan segala tindakan dan perbuatannya kepada Allah SWT misalnya lewat
dzikir (mengingat secara fungsional atas kekuasaan Allah dan hasilnya kalau
taat kepada-Nya serta akibatnya kali melenceng dari aturan-Nya), doa, dan disiplin
shalat dengan khusyu’.
Oleh
: M. Damami
Editor : Syamsi
MENJAWAB PERTANYAAN AL QUR’AN
05.51
Forum Ukhuwah dan Studi Islam Ulul Albaab
No comments
Sudah
kita rasakan tahun berubah dari tahun 1432 H menjadi tahun 1433 H dan dari
tahun 2011 menjadi tahun 2012. Pergantian tahun dan hari tersebut di atas,
menjadi pandangan yang biasa kita rasakan. Anak kecil pun tahu bahkan tanpa
memperhatikan serius matahari terbit di timur, naik sampai puncak ketinggian
pada siang hari kemudian turun kembali dan tenggelam di barat lalu berganti
menjadi petang hari dan seterusnya hingga berganti hari. Karena malam dan siang
menjadi pemandangan rutin sehari-hari maka tidak menjadi istimewwa lagi. Tetapi
mengapa Al Qur’an berulang-ulang menegaskan bahwa pergantian dan silih
bergantinya malam dan siang termasuk dalam firman Allah di bawah ini mengandung
pelajaran bagi orang yang mempunyai penglihatan atau daya pandang yang dalam
bahasa arab yaitu abshar atau bagi
orang yang menginginkannya?
“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan
siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang
ingin bersyukur.” (QS. Al Furqon : 62)
Firman
Allah menyebutkan dalam surat Ali Imron ayat 190 yang berarti “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal”. Selain gelap, pada malam hari udara terasa juga
sejuk atau lebih dingin dibandingkan siang hari. Inilah salah satu peristiwa
yang pasti terjadi di alam. Malam senantiasa gelap dan siang terang benderang.
Pertanyaan yang dapat dimunculkan, mengapa pada malam hari gelap dan pada siang
hari terang benderang? Mengapa ada gelap dan ada terang? Pergantian malam dan
siang mengisyaratkan adanya paket-paket dari kondisi tidak seimbang di alam
semesta. Kehidupan bergantung pada keberadaan paket-paket ini. Sulit
dibayangkan bagaimana kehidupan akan berlangsung jika bumi pada posisi
menggantikan planet Saturnus atau Neptunus.
Fenomena
malam dan siang menuntun pada keterbatasan alam, baik aspek waktu maupun ruang.
Keberhinggaan alam semesta dari sisi waktu pada gilirannya menuntut kehadiran
Sang Pencipta, Allah SWT. Disamping itu banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang
mengandung pertanyaan-pertanyaan.
Untuk
menjawab pertanyaan Al Qur’an, rasanya belum cukup anak cucu kita nanti hanya
mampu baca Al Qur’an dengan baik dan benar, tetapi perlu sejak dini/kecil
mereka diberi pemahaman yang lebih terhadap Al Qur’an terutama tantangan atau
pertanyaan Al Qur’an kepada manusia agar generasi penerus bangsa kelak akan
jauh lebih baik daripada generasi sekarang ini.
Oleh
: Achmad Lutfi, M.Pd.
Editor : Syamsi
MENUJU AMPUNAN TUHAN
05.47
Forum Ukhuwah dan Studi Islam Ulul Albaab
No comments
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu:
"Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni
mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi.
Sesungguhnya akan Berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang
dahulu ".” (QS.Al Anfaal :
38)
Ayat
diatas memberi harapan yang sangat besar bagi kaum muslim akan rahmat Allah
SWT, sebab orang-orang kafir saja yang melakukan kekufuran kepada Allah SWT,
pendusta kepada para rasul-rasul-Nya, yang menghina ayat-ayat-Nya, yang
berpaling dari agama-Nya, mendapatkan jaminan ampunan dari Allah SWT, jika
mereka bertaubat dan memeluk agama-Nya. Saat seorang muslim mrmbaca ayat
tersebut, ketergantungannya kepada taubat semakin bertambah, pengharapannya
kepada Allah SWT semakin meningkat, dan prasangkaannya kepada Allah SWT akan
semakin baik. Kondisi yang jelek dan dosa yang banyak tidak melemahkannya untuk
bertaubat dan kembali ke jalan-Nya.
Salah
satu kebaikan seorang mukmin adalah mengakui dosa-dosanya kepada Allah SWT, dan
Allah pun memuji orang-orang yang mengakui kesalahannya. Tengoklah Nabi Musa as
tatkala membunuh seseorang maka ia berkata, “Hai Rabb-ku ampunilah aku”, maka
Allah mengampuninya. Lihatlah Nabi Adam as ketika melanggar larangan Allah maka
ia berkata, “Wahai Tuhan kami, sungguh kami telah menganiaya diri kami sendiri,
jika engkau tidak mengampuni kami, maka kami termasuk orang-orang yang
merugi.”, begitu pula Nabi Muhammad SAW dalam doa iftitah membaca, “Allahumma inni dzolamtu nafsi wa’taroftu
bidzunubi faghfirli dzunubi jami’a” yang artinya “Ya Allah sungguh aku
telah mendzalimi diri kami sendiri dan mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah
semua dosaku”.
Jadi
hendaklah kita menginsafi dosa dan kesalahan sendiri karena orang yang mengakui
kesalahan sangat pantas untuk dikasihani
dan diberi maaf. Betapa terhormatnya Nabi Musa, betapa agungnya Nabi
Adam, dan betapa mulianya Rasulullah SAW, tapi mereka berani mengakui kesalahan
dihadapan Allah SWT. Lalu, bagaimana dengan kita? Adapun orang-orang yang
berhati keras, yang sombong dan congkak, dan yang merasa tidak pernah bersalah,
akan jauh dari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya.
Betapa
besarnya kesalahan manusia yang ia perbuat, maka masih lebih besar
pengampunannya, maka itu janganlah berputus asa dari rahmat Tuhanmu seperti
pada firman Allah pada Surat Az Zumar ayat 53 yang artinya yaitu “Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang
malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Tidakkah
firman Allah ini dapat melapangkan hati, menghilangkan keresahan, dan menghapus
kegundahan saudara?. Dalam ayat ini Allah melarang kita dari berputus asa dalam memohon ampun kepada-Nya, Allah
mengabarkan pula bahwa Allah akan mengampuni siapa saja yang bertaubat
kepadanya, baik dari dosa-dosa kecil maupun dosa-dosa besar.
Oleh : M. Khairul Anam,S.Pd.I
Editor : Syamsi
KARAKTERISTIK ISLAM
05.43
Forum Ukhuwah dan Studi Islam Ulul Albaab
No comments
Kita
semua mengetahui bahwa Islam memiliki karakteristik tersendiri. Banyak sekali
alasan kenapa kita harus memilih agama ini sebagai sumber hidayah atau pedoman
hidup. Pertama Islam adalah agama
wahyu atau agama samawi. Agama wahyu
adalah anugerah dari Sang Maha Kuasa, Allah SWT. Jadi, Islam adalah agama Ilahiyah. Sudah pasti, kebenaran agama
wahyu bersifat absolut alias mutlak. Mustahil mengandung suatu kesalah pahaman.
Islam adalah nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari ilmu-Nya. Selain itu
Islam adalah agama sempurna (kamil)
dan lengkap (syamil) seperti pada
potongan firman Allah yaitu:
“.....Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagimu.....” (QS. Al Maidah :
3)
Sebagai
agama sempurna, Islam menjelaskan nilai-nilai aqidah, syariah, ibadah, dan
akhlaq. Selain itu, menjelaskan bagaimana kewajibannya kepada Allah Yang Maha
Pencipta (hablun minallah) dan
bagaimana manusia harus menunaikan hak dan kewajibannya kepada sesama umat
manusia (hablun minannas).
Kedua, Islam adalah agama insaniyah. Islam dipersembahkan untuk manusia tanpa batas dan sekat
seperti ekonomi, politik, suku, bangsa dan lain-lain. Karena itu sudah pasti
Islam termasuk agama yang sangat manusiawi. Agama semua nabi ini mudah
dipelajari dan diterima siapa pun. Islam diturunkan demi keselamatan,
kemuliaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan manusia.
Ketiga, Islam adalah agama alamiyah. Islam diturunkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
Kebajikan Islam tidak hanya bermanfaat bagi manusia, namun juga untuk menjaga,
membangun, dan melestarikan keseimbangan semesta alam. Berkat Islam, manusia
dapat membedakan mana halal dan mana haram, mana hak dan mana kewajiban, mana
salah dan mana benar. Berkat Islam juga, manusia meyakini adanya kehidupan
kekal setelah kehidupan di dunia dan meyakini kehidupan akhirat lebih utama
daripada dunia. Tanpa Islam, manusia bukan siapa-siapa. Tanpa Islam, ada
manusia berwatak seperti batu, setan, atau binatang. Tanpa Islam, manusia
dengan mudah menghalalkan segala cara dan bahkan membuat agama baru atau
merekayasa agama.
Selain
itu perlu diingat selain ada agama wahyu, ada agama budaya yaitu agama hasil
kreasi atau rekayasa manusia. Sudah pasti kebenaran agama budaya cenderung
merusak, seperti merusak sumber daya alam, sumber daya manusia, dan lain-lain.
Banyak sekali macam-macam agama budaya seperti animisme, dinamisme, ateisme,
agnoteisme, komunisme, liberalisme, materialisme, dan isme-isme yang lain.
Faham dan ajaran ini banyak sekali diyakini benar, diperjuangkan, serta
dijadikan pedoman hidup oleh penganutnya. Mereka bahkan rela berkorban demi
ajaran dan faham yang telah terbukti merusak dan menyesatkan manusia.
Oleh
: Drs. Abdul Hakim, M.Pd.I
Editor : Syamsi
KECINTAAN MANUSIA
05.37
Forum Ukhuwah dan Studi Islam Ulul Albaab
No comments
Secara kodrat, manusia dilahirkan
dengan disertai rasa cinta. Cinta dari Allah sebagai Dzat pencipta dirinya dan
cinta dari kedua orang tua sebagai aktor pelakunya. Itulah sebabnya maka wajar
jika pada diri manusia muncul aneka rasa cinta. Adapun firman Allah yang
menjelaskan rasa cinta yang dimiliki oleh manusia yaitu:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran : 14)
Dari firman Allah di atas, bisa diambil jenis-jenis
kecintaan manusia diantaranya, yaitu:
1.
Mencintai lain
jenis
Berdasarkan
sunnatullah, setiap orang yang sudah menginjak usia baligh/remaja umumnya
mencintai lain jenisnya. Pria jatuh cinta pada wanita dan wanita jatuh cinta
pada pria. Jika ada laki-laki mencintai laki-laki dan perempuan mencintai
perempuan mencintai perempuan, itu namanya kelainan. Islam tidak melarang
manusia jatuh cinta kepada lain jenisnya. Cinta pada lain jenis yang
dianugerahkan oleh Allah dengan bingkai akad nikah, adalah untuk memperoleh
ketenangan hidup (sakinah),
berhiaskan cinta dan kasih sayang (mawaddah
dan rahmah). Di samping untuk
kelangsungan hidup dalam mengemban tugas sebagai khalifah.
2.
Mencintai anak
Setelah
mendapatkan pasangan hidup, maka kecintaan manusia berikutnya adalah ingin
punya anak atau keturunan. Banyak sekali pasangan suami istri yang merasa ada
yang kurang dalam kehidupan rumah tangga mereka ketika belum memiliki anak.
Itulah sebabnya maka ada yang rela mengeluarkan biaya mahal untuk mendapatkan
anak, baik melalui bayi tabung atau cara yang lain. Bahkan ada yang dengan cara
mengadopsi bayi atau anak orang.
3.
Mencintai harta
Seiring
dengan terpenuhinya pasangan dan keturunan, maka kebutuhan rumah tangga juga
kian beragam. Itulah sebabnya manusia membutuhkan harta untuk memenuhi
keberlangsungan hidupnya. Apalagi menurut penjelasan Al Qur’an pada Surat Al
Kahfi ayat 46 yang menjelaskan bahwa harta dan anak itu merupakan mahkota atau
perhiasan dalam kehidupan.
4.
Mencintai
kendaraan mewah
Setelah itu,
manusia juga membutuhkan kendaraan yang baik. Pada zaman dahulu, manusia banyak
membeli kuda pilihan, sekarang manusia banyak membeli sepeda motor bahkan mobil
yang berharga miliaran.
5.
Mencintai
ternak, sawah, perkebunan, dll
Terakhir
yaitu memiliki ternak, sawah, dll yang merupakan harta yang bersifat produktif.
Di kota-kota harta itu tergantikan dengan pertokoan, mall, perusahaan, dan
lainnya.
Jika
kelima kecintaan dan keinginan dunia tersebut dapat diraih manusia, maka bisa
dikatakan bahwa dia telah menggapai surga dunia. Namun perlu dicatat, bahwa
semua itu hanyalah kesenangan dunia yang sifatnya sementara. Boleh saja
mencintai itu semua asal ada batasnya, kemudian mau menyisihkan sebagian rizki
untuk kepentingan sosial di lingkungan masyarakat.
Oleh
: Drs. H. Syamsun Aly, MA.
Editor : Syamsi