Menurut
Al Qur’an, kesadaran tentang “kekuasaan” itu tidak dapat dilepaskan dari diri
manusia. Dikatakan di dalam Al Qur’an, bahwa sekalipun kedudukan manusia itu
ditegaskan sebagai “hamba”, namun manusia dianugerahi peranan sebagai
“khalifah” Allah SWT, yaitu sebagai wakil atau pengemban amanah Allah SWT di
bumi ini. Sebab, segala isi bumi itu memang disediakan oleh Allah untuk manusia
seluruhnya, bukan untuk makhluk yang lain, makhluk jin misalnya. Seperti pada
firman Allah SWT yaitu:
“
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui." ” (QS. Al Baqarah : 30)
Apa
hakikat “kekuasaan” yang dianugerahkan Asllah SWT kepada manusia itu? Kekuasaan
yang dimiliki manusia adalah kekuasaan yang diwakilkan oleh Allah SWT yang
dalam kekuasaan tersebut dipenuhi rasa tanggung jawab yang sangat berat. Perlu
ditegaskan disini, “kekuasaan” disini bukan sekedar kekuasaan karena sistem
aturan politik, organisasi, dan lain-lain, melainkan juga kekuasaan yang
melekat pada setiap individu manusia.
Selain
itu betapa pun besar dan kuatnya kekuasaan yang dimiliki, menurut Al Qur’an,
tetaplah kekuasaan tersebut titipan Allah SWT. Oleh karena itu, siapa pun
orangnya kalau ingin disebut sebagai penguasa dalam arti yang sesungguhnya
adalah orang yang benar-benar menyadari bahwa dirinya hanyalah pelaksana
kekuasaan Allah SWT di bumi ini dan tidak pernah terbesit sedikit pun di dalam
hatinya bahwa dirinya memiliki kekuasaan yang sepenuh-penuhnya,
sebebas-bebasnya. Atau dengan kata lain penguasa dalam arti yang sesungguhnya
adalah penguasa yang beriman kepada Allah SWT. Sebab, sifat dan kebiasaan orang
yang benar-benar beriman (mukmin) adalah senantiasa berkonsultasi dan
melaporkan segala tindakan dan perbuatannya kepada Allah SWT misalnya lewat
dzikir (mengingat secara fungsional atas kekuasaan Allah dan hasilnya kalau
taat kepada-Nya serta akibatnya kali melenceng dari aturan-Nya), doa, dan disiplin
shalat dengan khusyu’.
Oleh
: M. Damami
Editor : Syamsi
Jika anda menyukai artikel ini, silahkan di link balik dengan menyertakan link berikut di situs anda . Terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar
Tutur Kata Cerminan Pribadi Anda