Kamis, 24 Januari 2013

Menikah-full Barokah, Pacaran-full Maksiat

Menikah-full Barokah, Pacaran-full Maksiat
Oleh : Alfian Nur Muhammad
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “nikah” sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (secara resmi). Pernikahan, atau tepatnya “keberpasangan” merupakan ketetapan Ilahi ataas setiap makhluk. Berulang kali hakikat ini ditegaskan oleh alquran, antara lain dengan firman-Nya: 
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu (mengingat kebesaran Allah).(QS. Al-Dzariyat[51]:49).

Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa, dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Oleh karena itu, agama mensyariatkan pertemuan antara pria dan wanita, dan kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya perkawinan, dan beralihlah kerisauan pria dan wanita menjadi ketentraman atau sakinah dalam istilah alquran surat Ar-Rum (30):21. Sakinah terambil dari kata sakana yang berarti diam/tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Karena menikah jika dilakukan dengan cara yang benar dan kehidupan rumah tangganya dibangun dalam naungan islam maka akan menentramkan hati.

Tujuan Pernikahan
Sepintas boleh jadi ada yang berkata, apalagi muda mudi, bahwa “pemenuhan kebutuhan seksual merupakan tujuan utama pernikahan, dan dengan demikian maka fungsi utama dari pernikahan adalah reproduksi”.

Benarkah demikian? Baiklah, terlebih dahulu kita menggarisbawahi bahwa dalam pandangan ajaran Isalm, seks bukanlah sesuatu yang kotor atau najis, tetapi bersih dan harus selalu bersih. Mengapa kotor, atau perlu dihindari, sedang Allah sendiri yang memrintahkannya dalam alquran.

Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu,(QS. Al-Baqarah[2]:187).

Dalam hal ini beberapa ayat alquran sangat menarik untuk direnungkan,(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat(QS. Al-Syuura[42]:11).

Binatang ternak berpasangan untuk berkembang biak, maka manusiapun demikian, begitu pesan ayat diatas. Tetapi dalam ayat diatas tidak disebutkan kalimat mawaddah dan rahmah, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut, 

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Ar-Rum[30]:21).

Mengapa demikian? Tidak lain karena manusia diberi tugas oleh-Nya untuk membangun peradaban, yaitu manusia diberi tugas untuk menjadi khalifah di muka bumi. Cinta kasih, mawaddah wa rahmah yang dianugerahkan Allah kepada sepasang suami istri adalah untuk suatu tugas yang berat tetapi mulia.

Hukum nikah
Hukum nikah telah dijelaskan dalam alquran maupun hadits Nabi SAW.
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. An-Nuur[24]:32).

“Wahai para pemuda, siapa yang telah sanggup untuk menunaikan nafkah (lahir dan batin) hendaklah ia kawin, karena kawin itu merupakan suatu jalan untuk membatasi pandangan (dari hal-hal negative) dan lebih memelihara kehormatan, dan siapa yang belum mampu (nikah) maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu menjadi perisai baginya”. (HR. Bukhari, Muslim).

Akan tetapi melihat kondisi seseorang, maka hukum nikah bisa berbeda-beda pada setiap orang :
a. Wajib, bagi orang yang telah mampu secara jasmani, rohani, maupun materi sedang dorongan seksual telah mencapai puncak untuk segera disalurkan, apabila tidak menikah sangat mungkin terjebak pada perbuatan zina.
b. Sunnah, bagi orang yang telah mampu secara jasmani, rohani, maupun materi tetapi tanpa menikah dia tidak khawatir akan terjebak pada perbuatan zina.
c. Haram, bagi seseorang yang tujuan menikahnya hanya sekedar ingin menyakiti wanita atau mempermainkan wanita dengan melepas tanggung jawab lahir dan batin.
d. Makruh, bagi orang yang telah mampu secara jasmani, rohani, tetapi kurang mampu dalam hal materi untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
e. Mubah, bagi orang yang tida memiliki factor pendorong atau factor yang melarang untuk menikah.
AL-KHITHBAH (PEMINANGAN)
Sebelum melakukan akad nikah perlu dilakukan peminangan oleh pihak pria terhadap wanita melalui tata cara yang telah diajarkan oleh Islam. Peminangan ini selain merupakan ketentuan syariah, juga dimaksudkan agar kehidupan rumah tangga berjalan dengan lebih baik. 

Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.(QS. Al-baqarah[2]:235).

Dalam meminang ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi: bahwa wanita yang akan dipinang bukan mahram dari pria tersebut, bukan istri orang lain, bukan dalam masa ‘iddah, tidak dalam pinangan orang lain.

Rasullah saw bersabda yang artinya :”seorang mukmin adalah saudara-saudara mukmin yang lain. Maka tidak halal membeli atau menawar sesuatu yang sudah dibeli atau ditawar oleh saudaranya, dan seseorang tidak boleh meminang seseorang yang sudah dipinang saudaranya, kecuali ia telah melepaskannya.”(Muttafaq ‘alaih).

Dalam rangka pinang-meminang dianjurkan untuk melihat dan meneliti sifat dan kepribadian masing-masing. Rasullah saw bersabda yang artinya :”jika seseorang diantara kamu akan meminang seorang wanita, jika ia punya kesempatan untuk melihat, hendaklah ia melihat dahulu apa yang membuat ia tertarik untuk meminang wanita tersebut” (HR. Abu Daud).

Rukun dan syarat-syarat nikah
1. Suami, calon suami harus muslim, merdeka, berakal, benar-benar laki-laki, adil, tidak sedang beristri empat, tidak memiliki hubungan mahram, dan tidak sedang haji dan umrah.
2. Istri, calon istri harus muslimah, benar-benar wanita, mendapatkan izin dari wali, tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah,tidak memiliki hubungan mahram dengan calon suami, dan tidak sedang haji dan umrah.
3. Wali, seseorang yang memiliki kewenangan untuk mengakadnikahkah seorang wanita yang ada dibawah perwaliannya. Syarat wali dalam pernikahan diantaranya : seorang muslim yang merdeka, baligh, berakal, dan tidak fasiq.
Sedangkan macam-macam wali dalam pernikahan diantaranya :
a. Wali mujbir, yaitu seseorang yang mempunyai hak untuk menikahkan wanita yang ada dalam perwaliannya tanpa harus meminta izin dan pendapat dari mereka.
b. Wali ‘adhl, yaitu seseorang yang berhak menolak menikahkan wanita yang ada dalam perwaliannya.
Yang berhak menjadi wali mujbir dan wali ‘adhl adalah bapak. Apabila seorang bapak tidak mau menikahkan anaknya dengan alas an yang tidak rasional, maka perwaliannya berpindah ke wali hakim.
c. Wali hakim, perwalian akan berpindah ke tangan wali hakim disebabkan oleh beberapa alas an diantaranya : terjadi pertentangan diantara wali sehingga menolak menikahkan, dan tidak
d. adanya wali dari garis keturunannya, baik karena meninggal atau hilang.

4. Dua orang saksi, pernikahan harus dihadiri oleh minimal dua orang saksi. Para saksi harus islam, baligh, berakal, merdeka, adil, mendengar dan memahami bahasa ijab qabul, serta tidak sedang haji dan umrah.

5. Ijab dan qabul, yaitu persetujuan kedua belah pihak dan persesuaian kehandak untuk saling mengikatkan diri. Ijab adalah keinginan pihak yang satu terhadap pihak yang lain untuk melakukan ikatan pernikahan sedangkan qabul adalah persetujuan kedua belah pihak akan pernikahan tersebut. Syaratnya adalah sebagai berikut:
a. Ada kesesuaian antara ijab dan qabul
b. Kedua pihak saling mendengar ucapan ijab dan qabul
c. Dilakukan dalam satu majlis (tempat)
d. Pengucap ijab tidak mencabut ijabnya sebleum qabul dilakukan.

Mahar (mas kawin)
Al-Mahr (maskawin) adalah pemberian sesuatu yang bernilai dari pihak pria kepada pihak wanita yang disebabkan terjadinya akad nikah. Mahar ini menjadi lambing kesediaan dan kesiapan suami dalam memberikan nafkah (lahir maupun batin) kepada istri dan anak-anaknya, dan karena mahar adalah lambang maka meskipun sedikit juga tidak apa-apa. Bahkan : “sebaik-baik maskawin adalah seringan-ringannya.” Begitulah sabda Nabi saw, Ini karena pernikahan bukan akad jual beli, dan mahar bukan harga seorang wanita. walaupun alquran tidak melarang untuk memberi sebanyak mungkin maskawin.

Siapa yang tidak boleh dinikahi?
Alquran tidak menentukan secara rinci tentang siapa yang dinikahi, tetapi hal tersebut diserahkan kepada selera masing-masing:
Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi.(QS. An-Nisa[4]:3)

Meskipun demikian, Nabi Muhammad Saw. Menyatakan: “Biasanya wanita dinikahi karena hartanya, atau keturunannya, atau kecantikannya, atau karena agamanya. Jatuhkanlah pilihanmu atas yang beragama, (karena kalu tidak) engkau akan sengsara” (diriwayatkan melalui Abu Hurairah).

Ditempat lain, alquran memberikan petunjuk, bahwa "Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (QS. An-Nur[24]:3)

Alquran merinci siapa saja yang tidak boleh dikawin oleh seorang laki-laki. Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa[4]:22-23).

Ada yang menegaskan bahwa perkawinan antara keluarga dekat dapat melahirkan anak cucu yang lemah jasmani dan ruhani. Ada juga yang meninjau dari segi keharusan menjaga hubungan kekerabatan agar tidak terjdi perselisihan dan perceraian antar suami istri. Ada juga yang memahami larangan perkawinan antara kerabat sebagai upaya alquran memperluas hubungan antarkeluarga lain dalam rangka mengukuhkan suatu masyarakat.

Pernikahan Yang Diharamkan
a. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah nikah dengan menyebutkan batas waktu tertentu ketika akad (terkenal dengan istilah kawin kontrak). Misalnya satu minggu, satu bulan, satu tahun dan seterusnya. Nikah mut’ah adalah model nikah pada zaman jahiliyah dan menurut ijma’ ulama haram hukumnya.

b. Nikah Syighar
Nikah syighar adalah pernikahan dua jodoh atau empat orang dengan menjadikan dua orang wanita itu sebagai mahar masing-masing. Misalnya, dua orang laki-laki tukar-menukar anak perempuannya atau adiknya dengan tidak membayar mahar. Ucapan akadnya sebagai berikut :”saya nikahkan Anda dengan anak saya dengan syarat Anda menikahkan saya dengan anak Anda.” Nikah syighar merupakan nikah pada zaman jahiliyah dan diharamkan oleh Islam.

c. Nikah Tahlil
Nikah tahlil adalah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk menghalalkan wanita yang dinikahinya, dinikah lagi oleh mantan suaminya yang telah mentalak tiga. Nikah jenis ini diharamkan dalam Islam.

d. Nikah Lintas Agama
Seorang muslimah tidak diperbolehkan kawin dengan laki-laki non muslim, begitu pula sebaliknya, seorang muslim tidak boleh kawin dengan wanita non muslim.

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. Al-Baqarah[2]:221).



Jika anda menyukai artikel ini, silahkan di link balik dengan menyertakan link berikut di situs anda . Terima kasih.


0 komentar:

Posting Komentar

Tutur Kata Cerminan Pribadi Anda

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons