Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata
sabar diartikan sebagai orang yang tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah).
Sedangkan menurut bahasa arab, sabar berasal dari kata shabara-yashbiru-shabran yang memiliki makna memaksa, menahan atau
mencegah. Kata sabar sangat mudah
untuk diucapkan dan dinyatakan, tetapi sangat sulit untuk dilakukan. Terutama
ketika tertimpa musibah, sabar sangat sulit hinggap di hati manusia. Dalam
menghadapi kehidupan modern yang penuh dengan gejolak hidup yang semrawut,
persaingan hidup yang tinggi, kepedulian manusia semakin melemah, dan lainnya
yang menyebabkan manusia harus menanggung atau memikul masalah hidup secara
mandiri tanpa ada pertolongan dari orang lain. Dan saat kesusahan mendera,
kepahitan mengcengkeram, maka sabar adalah pelita hati dan suluh rohani
sehingga jiwa menjadi tegar, tidak mudah putus asa atau stres, tegak teguh
dalam pendirian, dan terhindar dari godaan syetan yang terkutuk.
Kalau dalam menghadapi hidup kita sering mendapat
ujian atau musibah dan sampai sekarang belum mampu bersabar, maka marilah kita
contoh sikap dan suri tauladan Nabi Ayub as yang diberikan oleh Allah cobaan
yang menurut akal manusia merupakan cobaan terberat manusia berupa harta yang
habis tak tersisa, anak-anak yang meninggal semua, sekujur tubuh penuh luka
hingga membusuk, hingga istri yang semula setia merawati beliau akhirnya pergi
meninggalkannya. Dan beliaupun menghadapi penderitaan ini seorang diri. Namun,
Nabi Ayub tak pernah berkeluh kesah, bersedih ataupun menunjukkan sikap jengkel
terhadap Allah yang telah menimpakan ujian yang amat berat. Sehingga ketika
rasa yang diakibatkan oleh penyakitnya mencapai puncaknya, dengan bibir gemetar
dan suara yang lirih, Nabi Ayub bermunajat kepada Allah “Ya robbi, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan engkaulah yang
Maha Penyayang”. Alangkah halus dan lembutnya doa permohonan beliau yang
hanya “melaporkan” kepada Allah bahwa penyakit yang dideritanya sangat
berbahaya bagi jiwanya. Yang diderita Nabi Ayub bukanlah penyakit Maradlun atau penyakit biasa, tetapi
sudah mencapai tingkat Dlurrun yakni
sesuatu yang membawa mudlarat, yang membahayakan. Namun demikian, Nabi Ayub as
tidak terus terang meminta kesembuhan kepada Allah. Beliau hanya memuji bahwa
Allah itu “Anta Arhamurrohimin”. Nabi Ayub sendiri pasrah dan tidak mau
mendesak Allah untuk menyembuhkannya.
Berkat kesabaran Nabi Ayub as yang luar biasa,
akhirnya Nabi Ayub as diberi kesembuhan, diganti lagi anak-anaknya, harta yang
sebelumnya lenyap menjadi lebih banyak lagi, termasuk kembalinya istri yang
dicintainya. Begitulah wahai kawan, betapa kita sangat terenyuh dengan cerita
kenabian Nabi Ayub as yang mengharukan. Apakah diantara kita masih ada yang
tidak bersabar dalam menghadapi cobaan yang diberikan oleh Allah? Dan kalau
belum sabar hendaknya untuk membandingkan semua itu dengan cobaan Nabi Ayub as
agar kita bisa memiliki kesabaran terhadap cobaan yang diberikan Allah.
Tahukah kawan! Bahwa dalam ujian itu ada penghapusan
dosa, ada peringatan agar kita tidak lalai dan sombong dan ada harapan untuk
mendapat ganjaran. Dalam pandangan Allah semuanya adalah baik. Orang yang sabar
menghadapi cobaan Allah, maka Allah akan menampakkan kebaikan dan keindahannya.
Oleh karena itu sambutlah keberkahan, kemaslahatan dan keindahan hidup di balik
ujian yang kita alami. Dan sebaiknya kita sebagai manusia haruslah bersabar
dengan sabar yang baik sesuai dengan firman Allah:
“ Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik.” (QS Al Ma’arij : 5)
Oleh : M.
Khoirul Anam, S.Pd.I.
Editor : Syamsi
Editor : Syamsi
Jika anda menyukai artikel ini, silahkan di link balik dengan menyertakan link berikut di situs anda . Terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar
Tutur Kata Cerminan Pribadi Anda