“ Ayo lhang munggah! “,
Suara gaduh nan keras itu menyadarkanku dari lamunan panjang di dalam angkot. Kualihkan pandanganku pada tiga orang bocah yang baru saja naik, menambah sesaknya angkot. Sungguh, bukan anak – anak lucu selayaknya anak – anak seumuran mereka. Pakaian lusuh, apa adanya. Bahkan salah satu diantara mereka yang ku tafsir paling kecil usianya memakai anting di telinganya. Lhoh!! Emang salah?? Tentunya gak,, kalo anak kecil yang sedang kubicarakan ini adalah perempuan. Apa?? Maksudnya?!
Ya, gak usah kaget gitu kawan. Mereka yang sedang kubicarakan ini adalah segerombolan anak –anak berjenis laki – laki. Balik ke pembicaraan…
Tampilan mereka yang berbeda terus membuatku semakin tertarik untuk memperhatikan mereka.
“ Aduh,,kelas piro kon nak? “, Tanya seorang ibu yang ada di dalam angkot bersamaku. Pertanyaan itu ditujukan untuk anak laki – laki paling kecil (yang ku bicarakan tadi).
Tunggu,, sebelum dilanjut ke cerita berikutnya… kalian yang bukan orang jawa ngerti gak maksud percakapannya?? Ngobrol donk kawan.. aku kan gak ngerti kalo kalian gak Tanya artinya.
Begini,, perhatikan percakapan paling awal,, yang intinya gerombolan anak – anak kecil tadi teriak ke sopir angkot untuk berhenti, coz mereka mau ikutan naik angkotnya. Uda paham?
Lihat lagi ke dialog ibu – ibu, intinya ibu tadi nanya ke anak yang paling kecil “ Kelas berapa kamu nak? “. Nah,, udah ngerti kan?? Gitu kek dari tadi ngangguknya kan enak.
Lanjut cerita… (sampe mana tadi??)
O ya, dengan wajah melas tapi tetap tampak berani anak kecil tadi jawab… jawab apa ya?? Maaf,, aku kurang ingat betul. Tapi yang jelas,, dia seharusnya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. (mohon maaf atas ke alpaan saya sebagai seorang penulis).
Perlahan tapi pasti ibu yang tadi melakukan introgasi merogoh dompet dan mengeluarkan lembaran uang ribuan. Tanpa ragu ia berikan pada anak kecil itu. (Masih ada ternyata orang yang punya rasa empati…)
Sudah menjadi kebiasaan yang merupakan keharusan sebagai seorang manusia, anak kecil tadi membalas dengan ucapan “ Suwun bulik “ (baca: terima kasih bu).
Trusz apa yang gak biasa dari cerita ini?? Sabar… kawan, orang sabar menjadi kekasih Allah bukan??
Yang tidak biasa dari cerita ini terletak pada kalimat … dia seharusnya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Ya, kenapa seharusnya?? Karena dari jawaban yang keluar dari mulut anak kecil itu dapat aku terka bahwa dia tidak lagi sekolah. Karena apa? Yupz… mungkin itu salah satu faktornya, keadaan ekonomi. Tapi ada alasan yang lebih memprihatinkan dari itu,, dia tidak lanjut sekolah karena suatu sifat… malas. Tidak bermaksud untuk berburuk sangka, jika kalian menyaksikan langsung bagaimana tingkah mereka di dalam angkot… bisa jadi punya pemikiran yang sama denganku. Ya, sifat malas itu tidak mungkin datang tanpa sebab bukan?? Bisa jadi mereka tinggal di lingkungan yang kurang baik. Bukankah tingkah laku dan sifat seseorang itu sebagian besar ditentukan oleh siapa yang mendidik dan bagaimana lingkungannya?? Gak percaya?? Coba buktiin dengan memperhatikan antara seorang siswa yang menempuh pendidikan di sekolah militer yang berdisiplin tinggi dengan siswa yang menempuh pendidikan di sekolah umum biasa. Berbeda bukan??
Cerita ini ditulis bukan untuk membuka aib atau bahkan memberikan efek negatif pada para pembaca yang sempat menyimak tulisan ini. Sebaliknya, tulisan ini dibuat untuk direnungkan…
Menyaksikan apa yang aku lihat di depan mata kepalaku sendiri, miris rasanya. Ingin menangis sejadi –jadinya, seakan peristiwa yang baru saja kulihat adalah cermin yang bisa membuatku melihat diriku. Ya betapa tidak, saat itu aku dalam perjalanan pulang dari kampus menuju rumah, entah jam berapa pastinya.. yang jelas langit sudah gelap, lampu penerangan jalan manyala. Kurasakan ketika itu, benar – benar letih, penat, capek rasanya dengan segala kegiatan kampus, ya kegiatan pengkaderan (maklum masih maBa), kegiatan akademik, belum lagi masalah rumah yang seakan – akan aku harus ikut memikulnya. Hufth… benar – benar hancur rasanya badan dan pikiran ini. Maklumlah… kuliah di kota sendiri, otomatis tinggal dengan orang tua. Berharap rumah bisa jadi tempat istirahat yang paling nyaman, tapi justru ketika sampai kadang rasa penat semakin menjadi – jadi. Dekat keluarga = tahu semua masalah keluarga, dan bagaimana keadaan keluarga terkini.
Cukup…cukup keluhanku!! Rasa letihku tidak akan hilang dengan hanya mengeluh saja. Tidak akan selesai masalahku hanya dengan memikirkannya dan berangan – angan semu. Apa yang Allah sempatkan untuk ku saksikan di depan mataku tadi seperti sentilan kecil yang bermakna,, BERSYUKURLAH!!
Ingatkah dengan nikmat Allah yang sesungguhnya sering kita rasakan, namun mungkin lalai untuk bersyukur atasnya. Apa itu??
KESEHATAN
KESEMPATAN
KEMAUAN
Kawan… ingat 3K,, ingat! Ketika kesehatan dan kesempatan telah Allah berikan,, ada biaya ada kemampuan namun tidak ada kemauan untuk menjalankan apa yang telah Allah sempatkan itu dengan sungguh – sungguh dan IKHLAS = 0 besar. Ya, ketika orang tua kita mampu untuk membiayai kehidupan kita (menyekolahkan, mengikutsertakan kita bimBel, melengkapi dengan berbagai fasilitas serba ada), tapi tanpa sadar, terkadang kita justru malah lalai menjalankannya (bermalasan, tidak sungguh – sungguh, etc.). Sudah benarkah sikap demikian?? Bagaimana jika sebaliknya,, ada kemauan, ada kemampuan untuk menjalankannya,, namun tak ada kesempatan untuk menjalankannya (tak ada biaya),, tak bisa juga bukan??
Sepertinya ada yang gak terima dari tadi kugunakan kata KITA,,Kita2 Lo aja Kali, Gw enggak!!! Hehe. Maaf kawan kalo diantara kalian ada yang gak terima. Ato sama sekali bukan tipe orang yang kutulis. Ini tulisanku… bukan?? Sebagai penulis, aku coba memandang dari peristiwa yang kerap kujumpai dalam keseharianku. So,, gak salah juga kan aku??? (tetep menang)
Nikmati NIKMAT ALLAH dengan SYUKURmu atasnya. Karena apa yang Allah sempatkan pada kita saat ini, apa yang Allah berikan pada kita saat ini,, BELUM tentu orang lain di luar sana mendapatkan kesempatan yang sama. Bersyukurlah dengan hidup kita yang selalu tersenyum,, ato dengan hidup yang jatuh – bangun ato bahkan dengan hidup yang selalu sedih dan penuh tangis (gak mungkin banget kan??) sepanjang hidup ini pasti tawa – tangis itu silih berganti. Kalo ada yang gak setuju, istighfar… ingat2 lagi kawan, kebahagiaan itu pasti pernah mampir ke hidupmu.
Biar gampang… aku kasih sebuah kunci yang bisa membuat kita merasa selalu bahagia dan menikmati (baca: menyukuri) hidup. IKHLAS,, itu kuncinya. Yang gak bisa dipesen di ahli kunci mana pun!
*nb: sengaja mempertahankan dialog dengan basa Jawa,, lebih tepatnya boso suroboyoan.
by: Rizambrika (http://buihpasir.wordpress.com/)
Jika anda menyukai artikel ini, silahkan di link balik dengan menyertakan link berikut di situs anda . Terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar
Tutur Kata Cerminan Pribadi Anda